www.ombudsmanindonesia.com

Breaking News

Siapa Yang Menolak Bersatunya Advokat?

Organisasi Advokat kini jumlahnya sudah banyak. Wadah tunggal organisasi Advokat pun diterjemahkan beragam oleh Advokat. Foto : Ist. 

JAKARTA (OI) - 
Ketua PERADI SAI (Suara Advokat Indonesia) Juniver Girsang menyatakan bahwa dirinya sejak 2017 sudah menginginkan hanya ada satu PERADI yang kembali bersatu setelah lama terpecah menjadi lebih dari tiga organisasi PERADI. Hal ini dikatakan Juniver pada Rabu sore ( 23/6), di Jakarta. 

Pihaknya sudah sejak lama menginginkan hal itu. Dia kemudian mengusulkan beberapa syarat,  antara lain Tiga PERADI akan mengadakan Munas bersama dengan sistem one man one vote. Syarat lain yaitu siapapun yang pernah menjadi ketua di salah satu PERADI tak boleh kembali mencalonkan diri dan siapapun yang terpilih harus bisa diterima semua pihak secara legowo dan didukung. 

Menurut Juniver, usulan ini disambut baik oleh Ketua PERADI Rumah Bersama Advokat (RBA) Luhut MP Pangaribuan. Di lain pihak, menurut Juniver, Fauzie dan Otto Hasibuan dari PERADI (Soho) selalu memberikan jawaban yang tidak pasti. “Saya menunggu sejak 21 Desember 2017. Saya selalu ditanyakan oleh rekan Luhut, kapan hal ini terwujud,” ujar Juniver. 

Ia juga mengaku sering mengingatkan Otto akan hal ini, mengingat pandangan negatif masyarakat terhadap advokat, khususnya soal organisasi advokat yang carut-marut, berakibat martabat advokat sering dilecehkan. 

Karena menunggu lama dan tidak ada kejelasan, Juniver menyatakan ia kemudian meminta petunjuk dari pemerintah, dalam hal ini Monkopolhukham dan Menkumham hingga akhirnya berujung lahirlah Surat Pernyataan 25 Februari 2020 di mana masing-masing kubu PERADI menandatangani kesepakatan yang berisi kesediaan untuk bersatu kembali. “Apabila tidak terwujud maka hal ini akan sangat memalukan bagi Advokat dan Peradi,” jelas Juniver.  

Luhut MP Pangaribuan membenarkan pernyataan Junver tersebut di atas. Sayangnya, menurut dia, PERADI (Soho) selalu negatif dan melihat ke belakang. Banyak kesempatan tapi dianggap enteng sehingga sia-sia usaha yang sudah pernah dilakukan. “Apalagi kenyataan memperlihatkan advokat tidak hanya PERADI lagi tapi juga ada organisasi advokat (OA) lain,” jelas Luhut.  

Ia menambahkan,  biarpun PERADI nantinya bisa bersatu, persoalan advokat tidak akan selesai. Padahal hal persoalan advokat jauh lebih penting dari pada persoalan internal PERADI, apalagi persoalan kepentingan  seseorang.

Luhut menambahkan, jangan pernah ameremehkan  OA lain dengan menyatakan bahwa PERADI bersatu maka yang lain akan ikut. Ia bahkan dengan tegas mengatakan bahwa lupakan saja usaha penyatuan PERADI tapi ikhtiarkanlah arena itu sebagai penyatuan seluruh advokat dengan tujuan meningkatkan kualitas advokat melalui standar profesi tunggal. “Itu yang dibutuhkan, bukan pengumpulan kewenangan yang berpotensi menimbulkan  banyak masalah dan akhirnya perpecahan,” ujar Luhut.

Ia mengaku sudah pernah mengusulkan solusi ad interim, yaitu penyatuan DKP (dewan kehormatan pusat) atau KEAI (Komisi Etik Advokat Indonesia). Ini sangat mendasar dan mudah, dan sudah bergulir. Ini tanpa kepentingan pribadi, tapi kalau ditolak maka sebaiknya pemerintah intervensi, yaitu dengan membantu mewujudkan satu KEAI dan DKP,” jelas Luhut pula.

Advokat Mery Girsang menyatakan penting bagi para advokat untuk bersatu. Kalau tidak, advokat sebagai sebuah profesi yang mandiri dan bebas akan diambil kembali oleh pemerintah. Padahal para advokat bertahun-tahun memperjuangkan hal ini dan sejak lahirnya UU No.18/2003 tentang Advokat, profesi ini dinyatakan sebagai sebuah profesi mandiri yang mengatur diri sendiri. 

“Silahkan, mau multy bar atau single bar, yang paling penting adalah advokat tetap menjadi profesi yang mandiri. Independensi kita jangan sampai ditarik kembali oleh pemerintah,” ujarnya

Ucapan Mery ini merujuk pada pernyataan Menteri HukumHAM Yasonna H. Laoly dalam rapat kerja di DPR pada 8 Juni 2021, yang mengatakan pemerintah mempertimbangkan membentuk suatu konsorsium di antara organisasi advokat, mengingat berbagai organisasi advokat tersebut susah bersatu. 

Menanggapi  pernyataan menteri itu, Otto Hasibuan menyatakan pernyataan Menteri tersebut bisa dianggap sebagai ancaman dan tantangan. Salah satu solusi, menurut Otto,  mengubah pasal di UU Advokat yang menyatakan PERADI satu-satunya organisasi advokat yang menjalankan kewenangan sesuai amanat UU Advokat. 

Menanggapi hal itu, Mery bertanya singkat, “PERADI yang mana? Kan saat ini ada beberapa PERADI? Belum lagi kalau kita berbicara tentang organisasi advokat lain yang kembali eksis sejak keluarnya Surat Ketua Mahkamah Agung No.73/2015 yang membolehkan semua organisasi advokat boleh mengajukan calon advokatnya  untuk disumpah di pengadilan tinggi tanpa hars melalui PERADI”. 

Mery Girsang bersama beberapa advokat yang prihatin dengan kondisi profesi advokat ke depan akan terus mendesak para  pemimpin PERADI untuk melakukan rekonsiliasi sampai  terwujudnya  persatuan di antara pemimpin organisasi di atas. 

Riska H

Tidak ada komentar