www.ombudsmanindonesia.com

Breaking News

Sudah Inkracht, Terpidana Kasus Penipuan Batubara Tak Juga Dieksekusi


Jakarta
- Terpidana Robianto Idup yang merupakan  Komisaris PT. Dian Bara Genoyang (DBG) telah dihukum penjara selama 1 Tahun 6 Bulan oleh Hakim Mahkamah Agung (MA) tingkat kasasi, ironisnya hingga kini belum dieksekusi penjara oleh Jaksa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta/Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Saksi korban, Herman Tandrin berharap, Jaksa Penuntut Umum (JPU) selaku Eksekutor secepatnya memasukan terpidana, Robianto Idup, ke penjara, berdasarkan putusan Hakim MA yang sudah mempunyai hukum tetap (Inkracht).

“Yang saya inginkan dan harapkan dari penegak hukum sebenarnya tak berlebihan, dilaksanakan aturan main hukum itu sendiri yang standar dan sesuai prosedur. Tidak macam-macam, kalau perkara seseorang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, iya dieksekusi supaya hukuman tersebut dijalani terpidananya. Kok Robianto Idup ini tidak ya? Dia bisa terus bebas dengan status terpidana, ada apa ya,” ujar Herman Tandrin, dikutip dari Suara Karya.id, pada Minggu (18/4/2021).

Dari informasi yang berkembang menyebutkan terpidana, Robianto Idup, yang dalam persidangan terungkap sebagai pengendali penuh PT DBG, saat ini tengah berupaya mencari celah atau novum untuk mengajukan upaya hukum luar biasa atau Peninjauan Kembali (PK). Sementara bekas narapidana kasus sama Dirut PT DBG Iman Setiabudi tidak berkeinginan mengajukan PK. Dia mengaku bersalah hingga menerima hukumannya yang sudah usai dijalaninnya. Meskipun sebenarnya segala yang dilakukan selaku Dirut PT. DBG adalah dibawah kendali Robianto Idup.

Herman Tandrin (Pelapor) harus mengerahkan segala upaya dan daya untuk memproses hukum kasus penipuan yang dilakukan Robianto Idup dan Iman Setiabudi. Pasalnya, upaya baik-baik atau damai yang ditempuh dengan melakukan berbagai pertemuan tidak membuahkan hasil. Justru dia (Herman Tandrin) semakin jauh dirugikan Robianto Idup. Jasa yang membuat jalan dan menambang batubara di Kaltim yang belum dibayar, dijanjikan bakal dibayar kalau pekerjaan penambangan batubara diteruskan dan dilanjutkan lagi.

Namun saat penambangan batubara berhasil diekspor ke luar negeri oleh perusahaan milik terpidana Robianto Idup, hasil penjualan batubara yang ditambang PT GPE atau Herman Tandrin tercatat mencapai Rp74 miliar masuk ke kas PT DBG, tetapi Robianto Idup tidak melakukan pembayaran kepada PT. GPE atau Herman Tadrin sebagaimana telah diperjanjikan.

Oleh karena tidak adanya itikat baik membayar jasa penambangan yang dilakukan, Herman Tandrin pun melaporkan Komisaris PT DBG Robianto Idup dan Dirut PT DBG Iman Setiabudi ke Polda Metro Jaya. Robianto Idul tidak mengikuti proses hukum, dia memilih kabur hingga dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan di-red notice-kan, hingga akhirnya menyerah di Denhaag, Belanda.

Sementara dengan Iman Setiabudi, dia mengikuti proses hukum dan dihukum setahun hingga hukumannya itu usai dijalani kala Robianto Idup masih melanglang buana di negeri Kincir Angin dalam pelariannya.

Sekedar diketahui, pada putusan Tingkat Pertama di PN Jakarta Selatan pimpinan Ketua Majelis Hakim Florensani Kandengan, SH, MH menjatuhkan vonis bebas (Onslah) kepada Robianto Idup. Atas vonis bebas itu JPU melakukan upaya hukum Kasasi.

Bersamaan dengan kasasi JPU, Herman Tandrin juga mengadukan majelis hakim PN Jakarta Selatan pimpinan Florensani ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawasan (Bawas) MA Karena telah Menjatuhkan vonis Onslah terhadap Robianto Idup pada putusan Tingkat Pertama, yang tentunya bertentangan dengan putusannya terhadap terdakwa Iman Setiabudi.

Namun tindak lanjut dari pengaduan tersebut sampai saat ini belum ada, sementara hakim Florensani Kendengan sudah dialihtugaskan ke PN Jakarta Barat.  

Hasil pemeriksaan BAWAS MA dinyatakan tidak ditemukan pelanggaran oleh Hakim Florensani Kendengan, SH dan kawan-kawan. (Acil/SK).

Tidak ada komentar