Sempat Kabur Ke Belanda, Akhirnya Tersangka Robianto Idup Ditahan Kejari Jakarta Selatan, Diduga Terjerat Kasus Penipuan Dan Penggelapan
JAKARTA, - Tersangka, Robianto Idup, diduga melakukan kasus penipuan dan penggelapan yang pernah dinyatakan DPO dan Kabur ke Negeri Belanda, akhirnya datang memenuhi Surat Panggilan No.S.Pgl/2002/VI/RES.2.6/2020/Ditreskrimsus. dari Penyidik Krimsus Polda Metro Jaya (PMJ) untuk dilakukan Tahap Dua ke Kejaksaan yang sempat terhambat karena Robianto Idup sebelumnya mangkir dipanggil dengan alasan sakit Paru-paru.
Dari hasil penyidikan perkara pidana dengan tersangka Robianto Idup yang dilakukan penyidik Krimsus PMJ, Penyerahan Berkas, Barang Bukti dan tersangka dinyatakan siap untuk dilimpahkan (Tahap Dua) ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta atau Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan, pada Selasa (23/6/2020).
Menurut JPU dari Kejati DKI Jakarta/Kejari Jakarta Selatan, penyerahan berkas, Barang Bukti dan tersangka Rubianto idup (Tahap Dua) dari PMJ ke Kejaksaan dinyatakan lengkap (P21)dan siap untuk di Sidangkan.
Selanjutnya, dengan di P-21 berkas tersebut oleh JPU dengan No.B-2497/M.1.4./Eoh.1/03/2020. Pada 10 Maret 2020. pihak Kejaksaan langsung menerbitkan surat perintah penahanan terhadap Robianto Idup.
Seperti diketahui, Terkendalanya Tahap II (penyerahan berkas, barang bukti dan tersangka) dari penyidik Polda Ke Jaksa Kejati DKI Jakarta diduga karena tersangka Robianto Idup tidak dilakukan penahanan Rutan sejak ‘ditangkap’ dari Negeri Belanda.
“Tersangka tidak datang, yang muncul surat keterangan sakit dari dokter suatu rumah sakit, yang diserahkan mungkin kuasa hukumnya,” kata seorang penyidik di Polda Metro Jaya yang dikutip dari sumut.co.
Tersangka Robianto Idup sendiri sebelumnya sempat buron sampai masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan RED NOTICE tidak menunjukkan batang hidungnya di Mapolda Metro Jaya untuk selanjutnya diserahkan ke penuntut umum atau JPU Kejati DKI dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan.
Sangat disayangkan setelah menjadi DPO, Robianto Idup lalu menyerahkan diri di Denhaag (Belanda), penyidik Polda Metro Jaya tidak langsung melakukan penahanan, sehingga pelimpahan berkas, barang bukti dan tersangka tidak kunjung terlaksana.
KAMIS (14/5) lalu , Polda Metro Jaya menerima surat ‘Sakti’ yang mengatakan tersangka Robianto mengidap penyakit paru-paru. Adakah ini permainan tersangka Robianto Idup, yang disebut-sebut licin kayak belut? Adakah juga permainan ini melibatkan oknum-oknum?
Penyidik Polda Metro Jaya enggan mengomentarinya. Hanya diisyaratkan, seseorang yang menderita sakit, apalagi jika sudah dalam kondisi kritis atau serius mempunyai hak dan alasan untuk tidak memenuhi panggilan aparat.
Kasus ini berawal, sejak terjadinya kerja sama antara tersangka Robianto Idup Komisaris PT. Dian Bara Genoyang (PT DBG) dalam usaha pertambangan batubara dengan Herman Tandrin Dirut PT GPE pada pertengahan tahun 2011. PT GPE yang memiliki peralatan lengkap diperjanjikan mengerjakan penambangan batubara di wilayah izin pertambangan PT DBG di Desa Salim Batu Kecamatan Tanjung Palas Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.
PT GPE pun melakukan mobilisasi unit, land clearing dan pekerjaan overburden sesuai yang diperjanjikan sampai Agustus 2011. Kemudian dilanjutkan penggalian batubara September 2011. Namun PT DBG tidak kunjung melakukan pembayaran atas kerja PT GPE hingga mengancam menyetop pelaksanaan pekerjaan penambangan.
Selanjutnya tersangka Robianto Idup meyakinkan Herman Tandrin bahwa dirinya bukanlah tipe orang tak konsisten membayar hutang. Tersangka meminta diteruskan pekerjaan selanjutnya karena akan dibayar sekaligus dengan bayaran yang telah dilaksanakan maupun yang dikerjakan selanjutnya.
PT GPE pun melakukan eksplorasi penambangan batubara hingga menghasilkan sebanyak 223.613 MT atau senilai Rp 71.061.686.405 untuk PT DBG. Namun, pihak PT DBG yang diwakili Robianto Idup tak kunjung membayar PT GPE yang ditaksir mencapai Rp 22 miliar lebih.
Berbagai upaya dilakukan Herman Tandrin tak dihiraukan tersangka Robianto Idup hingga akhirnya Robianto Idup dan Iman Setiabudi dilaporkan ke Polda Metro Jaya. (Acil/DBS).
Dari hasil penyidikan perkara pidana dengan tersangka Robianto Idup yang dilakukan penyidik Krimsus PMJ, Penyerahan Berkas, Barang Bukti dan tersangka dinyatakan siap untuk dilimpahkan (Tahap Dua) ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta atau Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan, pada Selasa (23/6/2020).
Menurut JPU dari Kejati DKI Jakarta/Kejari Jakarta Selatan, penyerahan berkas, Barang Bukti dan tersangka Rubianto idup (Tahap Dua) dari PMJ ke Kejaksaan dinyatakan lengkap (P21)dan siap untuk di Sidangkan.
Selanjutnya, dengan di P-21 berkas tersebut oleh JPU dengan No.B-2497/M.1.4./Eoh.1/03/2020. Pada 10 Maret 2020. pihak Kejaksaan langsung menerbitkan surat perintah penahanan terhadap Robianto Idup.
Seperti diketahui, Terkendalanya Tahap II (penyerahan berkas, barang bukti dan tersangka) dari penyidik Polda Ke Jaksa Kejati DKI Jakarta diduga karena tersangka Robianto Idup tidak dilakukan penahanan Rutan sejak ‘ditangkap’ dari Negeri Belanda.
“Tersangka tidak datang, yang muncul surat keterangan sakit dari dokter suatu rumah sakit, yang diserahkan mungkin kuasa hukumnya,” kata seorang penyidik di Polda Metro Jaya yang dikutip dari sumut.co.
Tersangka Robianto Idup sendiri sebelumnya sempat buron sampai masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan RED NOTICE tidak menunjukkan batang hidungnya di Mapolda Metro Jaya untuk selanjutnya diserahkan ke penuntut umum atau JPU Kejati DKI dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan.
Sangat disayangkan setelah menjadi DPO, Robianto Idup lalu menyerahkan diri di Denhaag (Belanda), penyidik Polda Metro Jaya tidak langsung melakukan penahanan, sehingga pelimpahan berkas, barang bukti dan tersangka tidak kunjung terlaksana.
KAMIS (14/5) lalu , Polda Metro Jaya menerima surat ‘Sakti’ yang mengatakan tersangka Robianto mengidap penyakit paru-paru. Adakah ini permainan tersangka Robianto Idup, yang disebut-sebut licin kayak belut? Adakah juga permainan ini melibatkan oknum-oknum?
Penyidik Polda Metro Jaya enggan mengomentarinya. Hanya diisyaratkan, seseorang yang menderita sakit, apalagi jika sudah dalam kondisi kritis atau serius mempunyai hak dan alasan untuk tidak memenuhi panggilan aparat.
Kasus ini berawal, sejak terjadinya kerja sama antara tersangka Robianto Idup Komisaris PT. Dian Bara Genoyang (PT DBG) dalam usaha pertambangan batubara dengan Herman Tandrin Dirut PT GPE pada pertengahan tahun 2011. PT GPE yang memiliki peralatan lengkap diperjanjikan mengerjakan penambangan batubara di wilayah izin pertambangan PT DBG di Desa Salim Batu Kecamatan Tanjung Palas Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.
PT GPE pun melakukan mobilisasi unit, land clearing dan pekerjaan overburden sesuai yang diperjanjikan sampai Agustus 2011. Kemudian dilanjutkan penggalian batubara September 2011. Namun PT DBG tidak kunjung melakukan pembayaran atas kerja PT GPE hingga mengancam menyetop pelaksanaan pekerjaan penambangan.
Selanjutnya tersangka Robianto Idup meyakinkan Herman Tandrin bahwa dirinya bukanlah tipe orang tak konsisten membayar hutang. Tersangka meminta diteruskan pekerjaan selanjutnya karena akan dibayar sekaligus dengan bayaran yang telah dilaksanakan maupun yang dikerjakan selanjutnya.
PT GPE pun melakukan eksplorasi penambangan batubara hingga menghasilkan sebanyak 223.613 MT atau senilai Rp 71.061.686.405 untuk PT DBG. Namun, pihak PT DBG yang diwakili Robianto Idup tak kunjung membayar PT GPE yang ditaksir mencapai Rp 22 miliar lebih.
Berbagai upaya dilakukan Herman Tandrin tak dihiraukan tersangka Robianto Idup hingga akhirnya Robianto Idup dan Iman Setiabudi dilaporkan ke Polda Metro Jaya. (Acil/DBS).
Tidak ada komentar